"Manusia sebagai perseorangan mungkin
bisa bertahan hidup tanpa
membaca, tanpa berbudaya membaca. Namun sebuah demokrasi hanya
membaca, tanpa berbudaya membaca. Namun sebuah demokrasi hanya
akan berkembang, apalagi "survive",
apabila para warganya adalah pembaca,
dan individu-individu yang warganya merasa
perlu untuk membaca,
bukan sekadar penggemar dan gemar
berbicara."
—Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1978-1983)—
Membaca
adalah kunci kemajuan. Melalui aktivitas mendaras bahan bacaan, terutama buku,
seseorang akan menemukan logika di balik teks. Menemukan titik-titik kritis dan
horizon-horizon
yang terbuka. Dengan demikian, membaca adalah proses inovatif, yaitu membuka
horizon bagi sesuatu yang baru (ide, gagasan, struktur, strategi, konsep,
bentuk, relasi, klasifikasi), dengan menjadikan ide yang ditawarkan sebuah teks
sebagai titik berangkat untuk memproduksi ide-ide yang lebih kaya atau berbeda (Yasraf Amir Piliang, 2011).
Selain
membaca sebagai media pembelajaran seumur hidup, membaca jugafitrah asasi
setiap anak manusia.Kita semua lahir dibekali oleh yang namanya rasa ingin tahu
atau curiosita.sebuah dorongan instingtif alamiah pemberian Tuhan yang harus
dipenuhi. Sebagaimana makan untuk memenuhi rasa lapar, maka membaca adalah
upaya untuk memberi makan kepada otak, dan jiwa kita agar tidak kelaparan.
“Pena mungkin dapat menyombongkan diri lebih tajam daripada pedang,” ungkap Andrew Taylor di lembar kata pengantar bukunya yang berjudul Buku-Buku yang Mengubah Dunia (2011) .“Namun untuk jangka pendek umumnya pedang yang menang.”“Dan tepat seperti kata pepatah”, lanjut Taylor, “Dalam jangka pendek, penulis dapat ditindas, dipenjara, atau dieksekusi, ucapan mereka disensor, dan karya mereka dibakar.Namun, dalam pergerakan arus sejarah yang panjang, buku dan ide-ide yang dituangkan di dalamnya telah mengubah masyarakat.
Buku, seberapa penting, lengkap, dan baiknya ia tidak akan
segendang-sepenarian dengan besarnya pengaruh yang diberikan pada kehidupan
masyarakat senyampang buku tersebut tidak dibaca. Maka membaca, baik sebagai aktivitas maupun
sebagai sebuah gerakan atau
kampanye harus senantiasa diluncurkan.Baikdi tingkat lokal (daerah) maupun di wilayah yang lebih luas lagi.Tujuannya sangat jelas, yaitu agar kesadaran tentangpentingnya kegiatan membaca terus tertanam di benak khalayak. Kesadaran yang di masa depan akan terejawantahkan menjadi beragam aksi bersifat kreatif, menumbuhkan, membangun, dan mengembangkan Indonesia ke arah yang semakin gemilang.
kampanye harus senantiasa diluncurkan.Baikdi tingkat lokal (daerah) maupun di wilayah yang lebih luas lagi.Tujuannya sangat jelas, yaitu agar kesadaran tentangpentingnya kegiatan membaca terus tertanam di benak khalayak. Kesadaran yang di masa depan akan terejawantahkan menjadi beragam aksi bersifat kreatif, menumbuhkan, membangun, dan mengembangkan Indonesia ke arah yang semakin gemilang.
Tak kalah
penting, selain kampanye pentingnya aktivitas membaca buku, adalah mempermudah
akses masyarakat terhadap buku. Karena sebuah buku tidak terbaca, bukan karena
memang tidak dibaca, tapi ia tidak menemukan calon pembacanya. Maka mendekatkan
buku secara fisik pada calon pembacanya berada dalam satu tarikan nafas dengan
upaya membuat buku dibaca.
Salah
satu bentuk gerai atau outlet buku yang bertujuan membuka akses
selebar-lebarnya pada masyarakat terhadap buku adalah Taman Bacaan Masyarakat
(TBM).TBM merupakan salah satu program aksi peningkatan
dan pengembangan budaya baca.Prakarsa pendirian TBM ada yang murni
dari masyarakat (mandiri), ada yang difasilitasi oleh pemerintah.
TBM digagas sebagai bentuk sikap afirmatif pemerintah Indonesia terhadap
Prakarsa Keaksaraan untuk Pemberdayaan (Literacy
Initiative for Empowerment-LIFE) canangan UNESCO. Harapan terjauh
dari keberadaan TBM adalah menumbuhkan minat, kecintaan, serta kegemaran
membaca dan belajar masyarakat, sehingga dapat memperkaya pengetahuan, wawasan
tentang perkembangan ilmu pengetahuan, pemahaman norma dan aturan, sekaligus
juga dalam hal pemberdayaan masyarakat. (Dikmas, 2009).
Sampai dengan akhir 2011, secara nasional
tak kurang ada 4.700-an TBM. Dalam bingkai berfikir yang simplistis berarti tak
kurang ada 4.700 orang—asumsi paling pahit, satu TBM dikelola oleh satu
orang—yang berpotensi untuk menjadi pemasar budaya membaca melalu aktivitas
menulis.
Dapat dibayangkan pengaruh yang akan
bakal ditimbulkan, jika TBM yang berjumlah hampir 5000 tersebut dapat menjalin
sinergi. Harapannya jika TBM-TBM
tersebut bersinergi, gerakan peningkatan budaya baca akan semakin efektif.
Dampak beradaan TBM bagi masyarakat di sekitar lokasi TBM tersebut juga terasa
berarti (signifikan).
Atas dasar itulah perlu diadakan sebuah
forum pertemuanyang tercipta sebagai ajang komunikasi, informasi, kreativitas,
dan berbagi pengetahuan antar-TBM dan pihak-pihak lain yang terlibat di dalam
pengembangan budaya baca.Kegiatan yang dirancang adalah Festival Taman Bacaan Masyarakat, yang akan menghimpun berbagai TBM
dan lembaga-lembaga terkait lainnya, dengan melibatkan partisipasi
individu, kelompok maupun lembaga di luar kelembagaan TBM, seperti Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat, Komunitas Literasi atau Organisasi Masyarakat
lainnya yang secara sukarela mengajukan keinginan berpartisipasi menjadi peserta
dengan
memenuhi persyaratan yang di tentukan.
Kegiatan ini juga diselenggarakan di dalam
rangkaian perayaan Hari Aksara
Internasional Tahun 2012, yang puncaknya diadakan di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah.Festival Taman Bacaan Masyarakat yang diselenggarakan di
Jakarta, adalah bagian untuk menguatkan sosialisasi dan publisitas perayaan
Hari Aksara Internasional tahun ini.